Minggu, 31 Mei 2015

ANALISIS SKRIPSI
TRADISI MALEM NEGOR PADA MASYARAKAT BETAWI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PERKAWINAN DALAM ISLAM (STUDI DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI, SETU BABAKAN, JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN.

(Indra Juliansyah – 2013)

Oleh:
Tsuroiya Ridho Akbar
NIM 12210036

 











JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERIMAULANA MALIK IBRAHIM
2015
A.    RANGKUMAN SKRIPSI
1.        BAB I Pendahuluan.
            Indra Juliansyah menulis bab pendahuluan dengan memaparkan latar belakang penelitian yan menjadi acuan dalam perumusan masalah. Agar masalah yang dibahas tidak meluas, maka dibuat batasan-batasan yang hanya mencakup mengenai apa-apa yang ada dalam Tradisi Malem Negor Pada Masyarakat Betawi Dan Relevansinya terhadap perkawinan Dalam Islam (Studi Di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babkan, Jagakarsa, Jakrta Selatan. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh Indra Juliansyah yakni untuk mengetahui prosesi tradisi “Malam Negor” pada masyarakat Betawi Setu Babakan, dan mengetahui makna tradisi “Malam Negor” pada masyarakat Betawi Setu Babakan, serta guna mengetahui relevansi perkawinan tersebut terhadap pembahuran perkawinan hokum islam. Sedangkan manfaat penelitian dapat dirasakan baik dari segi teoritis maupun praktis bagi akademis, Masyarakat serta Ormas-ormas Betawi Misalnya FORKABI (Form Kajian Anak Betawi) dan FBR (Forum Betawi Rempung). Pencantuman beberapa penelitian terdahulu juga diraa perlu dilakukan agar penelitian yang akan dilakukan benar-benar baru serta memiliki kontribusi yang jelas dan yang terakhir yaitu sistematika penulisan.
            Pada latar belakang masalah, Indra Juliansyah memberikan pengertian pernikahan menurut islam beserta dalilnya, kemudian Indra Juliansyah juga menguraikan bahwasannya secara umum masyarakat Indonesia melakukan pernikahan berdasarkan upacara atau tradisi kepercayaannya masing-masing, disamping juga dipengaruhi ajaran-ajaran islam. Serta Indra Juliansyah menguraikan penjelasan mengenai tradisi Malem Negor yang dipaparka oleh Ahmad Shofi, Tradisi Malem Negor yaitu, malam setelah acara resepsi pernikahan, pengantin laki-laki diperbolehkan menginap di  tempat kediaman pengantin perempuan. Meski menginap si perempuan tidak diperbolehkan berkomunikasi atau berbicara kepada pengantin laki-laki dengan tujuan menjaga gengsi dan jual mahal kepada pengantin laki-laki. Disamping pada malam itu kedua pasangan tersebut juga tidak diperbolehkan melakukan hubungan suami isteri. Hal itu dilakukan sebagai upaya istri dalam menjaga dan memperahankan dan menjaga kesuciannya selama mungkin. Artinya, dalam mempertahankan kesuciannya selama mungkinsang istri dianggap bisa menjaga harkat dan martabat keluarga. Untuk itulah dibutuhkan semangat juang bagi pengantin laki-laki diantaranya, pertama Merayu, membujuk dan membuat lelucon agar pengantin perempuan bisa tertawa dan berkomunikasi. Kedua memberikan uang dengan cara menyelipkan uang dibawah tapak meja, bisa juga diletakkan di atas tatakan gelas. Uang ini disebut “uang petegor” dan dimulai dari jumlah terkecil, yang terus-menerus ditambah sampai si pengantin perempuan mau bicara.
            Disisi lain tradisi adat malem negor juga sangat memberatkan bagi seorang suami apabila dia gagal menaklukan isterinya. Jika tradisi mmalem negor ini kita hadapkan dengan sebuah hadist yang berbunyi :
Artinya :
Dari Abu Huroiroh r.a ia berkata: Rosululloh SAW telah bersabda : apabila seorang lelaki memanggil isterinya ke tempat tidur, kemudian si isteri tidak mendatanginya, lalu suaminya semalaman marah terhadapnya, maka para malaikat melaknatnya sampai pagi hari.
Maka akan terlihat jelas bahwa tradisi malem negor pada fase ini bertentangan dengan hadist tersebut. Hal serupa juga dijelaskan mengenai hakikat sebuah perkawinan dari golongan ulama Syafi’iyah. Dan jika dikategorikan tradisi ini termasuk pada ‘urf  fasid sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama, bahwa ‘urf fasid tidak dapat dijadikan sebagai landasan hokum, dan kebiasaan tersebut batal demi hokum. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pemasyarakatan dan pengalaman hokum islam pada masyarakat, sebaiknya dilakukan dengan cara yang ma’ruf. Diupayakan mengubah adat kebiasaan yang bertentangan dengan ketentuan ajaran islam tersebut, dan menggatikan dengan adat kebiasaaan yang sesuai dengan syari’at islam.


2.        Bab II Tinjauan Pustaka.
            Pada bab kedua ini Indra Juliansyah mendiskripsikan tinjauan pustaka secara sistematis dengan membagi pokok pembahasan besar menjadi tiga bagian, yakni: Penelitian Terdahulu, Pernikahan, dan Tradisi. Pada penelitian terdahulu Indra Juliansyah memberikan tiga pembahasan. Yang pertama, “Tradisi Palang Pintu Sebagai Syarat Keberlanjutan Akad Pernikahan (Studi Masyarakat Betawi di Setu Babakan Selatan)” ditulis oleh Utsman Alfarisi. Yang kedua, “Jujuran Dalam Perkawinan Adat Banjar Ditinjau Dari Prespektif Hukum Islam (Telaah Tentang Mahar Dalam Masyarakat Banjar Di Kapuas)” ditulis oleh Abdul Jalil Maqaddas. Sedangkan yang ketiga, “Tradisi Langkahan Dalam Prespektif  Hukum Islam (Studi di Dusun Ngringin, Desa Jatipuro, Kec. Jatipuro, Kab. Karang Anyar Jawa Tengah)” ditulis oleh Widyastuti.
            Selanjutnya pada sub bab Perkawinan Indra Juliansyah memberikan pemaparan mengenai makna pernikahan secara bahasa, dan juga menjelaskan makna pernikahan atau perkawinan menurut ulama Syafi’iyah. Kemudian juga turut dipaparkan Rukun dan Syarat Pernikahan adapun Rukun pernikahan disebutkan ada Sighat, wali dan dua orang saksi sedangkan syaratnya menurut ulama’ hanafiyah syarat al in’iqad, syarat al shihhah, syarat an nafudz, dan syarat al luzum.dan yang terakhir mengenai tujuan pernikahan dalam islam yakni untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh syari’ah.
            Terakhir sub bab mengenai tradisi. Mengenai pengertian dari tradisi berasal dari kata “Traditium” berarti segala sesuat yang diwari dari masa lalu. Kemudian hubungan tradisi dengan hokum islam, tradisi atau adat dalam ushul fiqih disebut ‘urf yang berarti sesuatu yang dilakukan berulang-ulang oleh masyarakat daerah tertentu, dan terus menerus dijalani oleh mereka, baik terjadi sepanjang masa atau masa tertentu saja. Ada dua bentuk ‘urf, ‘urf Shohih dan ‘urf fasid. Adapu syarat diperbolehkannya ‘urf diterima, ‘urf bernilai maslahat, ‘urf berlaku umum, ‘urf telah ada (berlaku) pada saat itu, ‘urf yang tidak bertentangan atau melalaikan dalil syari’ yang ada. Adapun hubungan tradisi dengan maslahat, dijelaskan penjelasan maslahat menurut Jumhur ‘Ulama dan menurut Imam Al-ghozali kemudian di paparkan pula mengenai syarat-syarat maslahat menurut para ulama’ yakni, maslahat harus sesui maqasid syari’ah, maslahat harus meyakinkan, maslahat itu membwa kemudahan, maslahad itu member manfaat.
3.        Bab III Metode Penelitian.
            Pada bab ketiga yaitu berisi metode penelitian yang di dalamnya Indra Juliansyah menguraikan mengenai pendekatan penelitian, alasan pemilihan lokasi penelitian, jenis data, populasi, sampel responden teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan definisi operasional variable. Metode penelitian yang dilakukan oleh Indra Juliansyah menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Adapun lokasi penelitian di daerah Setu Babakan Kelurahan Srengseng Sawah, Kecmatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian Indra Juliansyah yaitu data primer diperoleh dengan melakukan wawancara secara langsung dengan budayawan dan tokoh adat betawi dan data sekunder diperoleh dari setudi kepustakaan. Selain itu teknis analisis data menggunakan teknik analisis data deskriptif analis.
4.        Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan.
            Pada bab keempat membahas tentang hasil serta pembahasan Indra Juliansyah yang akan memaparkan tentang permasalahan yang diangkat dalam penelitian yakni Tradisi Malem Negor Pada Masyarakat Betawi Dan Relevansinya terhadap perkawinan Dalam Islam (Studi Di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan, Jagakarsa, Jakrta Selatan. Pada awalnya Indra Juliansyah menyuguhkan penjelasan mengenai letak geografis dari perkampunagan budaya betawi tersebut secebut secara detail, serta dipaparkan juga mengenai tujannya mengapa kelurahan Srengseng Sawah Kec. Jagakarsa yang dipilih sebagai perkampungan budaya betawi. Selain itu dipaparkan pula mengenai gambaran ataupun objek wisata yang ada didalamnya. Seperti, wisata budaya, wisata alam, wisata kuliner, wisata argo. Adapun berbagai fungsi / tujuan diciptakannya perkampungan budaya betawi yakni, fungsi pemukiman, ibadah, informasi, seni budaya, pendidikan dan penelitian, da pariwisata.
            Sebelum sampai kepenjelasan inti mengenai prosesi “Malem Negor” di sini Indra Juliansyah terlebih dahulu meamaparkan bahwasannya perkawinan menempati posisi yang paling sacral dalam rangkaian proses kehidupan yang dijadikan falsafah bagi masyarakat Betawi. Kemudian dipaparkan juga adat yang dilaksanakan ketika prosesi perkawinan dari sebelum ijab Kabul sampai prosesi “Malem Negor”. Beberapa tahapan proses upacara pernikahan betawi. Pertama, rudat yaitu mengiringi pengantin laki-laki menuju rumah pengantin perempuan untuk melaksanakan ijab Kabul pernikahan, dan pengantin laki-laki mengenakan busana yang disebut jas kai serebet dan membawa sirih nenas lamaran, mahar, miniature masjid yag dibuat dari uang belanjaan yang telah disepakati, sepasang roti buaya, kekundang, kue pengantin, pesalin, kue-kue khas Betawi (dodol, wajik, geplak, dll), buah-buahan segar, sie, idam idaman. Kemudian disambut dengan bunyi petasan serenceng dan dilanjut dengan prosesi palang pintu. Kemudian rombongan dipersilahkan masuk ruangan dengan cara duduk bersila, sedangkan pengantin laki-laki duduk ditempat yang telah disediakan menghadap di depan penghulu. Dialnjut ijab Kabul dan kemudin acara puncak kedua mempelai pengantin duduk di puade. Setela itu, malam berikutnya pengantin laki-laki diperbolehkan / diizinkan menginap di rumah keluarga pengantin perempuan. Namun meskipun tinggal serumah kedua mempelai belum boleh berkumpul selayaknya sebagai suami istri, bahkan untuk tidak bertegur sapa dengan suaminya. Disaat seperti inilah mempelai laki-laki harus bisa merayu mempelai wanitanya sampai luluh sehingga mau diajak masuk kamar. Untuk mengajak mempelai wanita agar bisa diajak bicara dan tersenyum, maka mempelai laki-laki memberikan sejumlah uang, disebut juga dengan “uang ngor" yang diberikan dengan cara meletakkan sejumlah uang di bawah telapak meja di dalam kamar pengantin. Inilah yang disebut “malem negor”. Prosesi ini terkadang berlangsung beberapa hari, sampai pada akhirnya mempelai wanita mau diajak untuk bicara.
            Adapun makna yang terkandung dalam Malem Negor  adalah memberikan suatu arah kepada suami dan isteri untuk menjaga nilai kesakralan pernikahan, dengan tahapan-tahapan yang benar, baik kesiapan lahir maupun batin. Tardisi Malem Negor ini juga memberikan sebuah isyarat bagi laki-laki, bahwa pernikahan merupakan suatu proses yang harus menyiapkan sikap baik fisik dan non fisik serta sebagai ajaran bahwa seorang laki-laki yang sudah mempunyai istri harus mampu menaklukan kebiasaan-kebiasaan jelek, harus mampu mampu membawa komunikasi istri kepada arah yang benar. Sedangkan bagi pengantin permpuan Malam Negor memiliki makna sebagai penghormatan harga diri dari pengantin laki-laki terhadap istrinya. Namun intinya tradisi “Malem Negor” ini bertujuan untuk menjaga harkat martabat dan kesucian pengantin wanita.
            Relevansi tradisi Malem Negor terhadap praktik prkawinan islam, perbedaan antara agama dan budaya sangatlah tipis, setipis kulit bawang. Pada tahun 1930-an masyarakat betawi lebih mengedepankan kaidah dan etika-etika yang mereka dapatkan danfahami, ketimbang aturan-aturan dan norma-norma agama, itu semua karena semata-mata kaidah itu lebih dahulu daripada agama dan masih sangat yakin sehingga tidak bisa melepaskan secara total dalam beragama. Namun seiring berjalannya waktu dan pesatnya perkembangan zaman yang terrus berevolusi tradisi Malem Negor juga mengalami pergeseran dan perubahan. Tradisi Malem Negor sudah terkontaminnasi dengan norma-norma agama dan semakin mju, semua itu dikarenakan ajaran-ajaran agama islam tidak menyulitkan tapi  memudahkan. Menurut Indra Juliansyah relevansi tradisi Mlem Negor terhadap perkawinan dalam islam ada dua fase. Tradisi Malem Negor pada tahun 1930 dan pada tahun 1970 sampai saat ini. Malam Negor pada tahun 1930-an prosesnya seperti yang dijelaskan diatas bahwasannya malam dimana mempelai laki-laki boleh menginap di rumah mempelai wanita namun tidak boleh sekamar ataupun diajak bicara, supaya mempelai perempuan mau atau bisa diajak bicara mempelai laki-laki diharuskan menaklukkan hati pengantin perempuan, dengan cara bujuk rayu dan memberikan sejumlah uang, jika pada mala mini pengantin laki-laki tidak mampu meluluhkan hati pengantin perempuan, maka proses malam negor terus dilakukan hingga berhari-hari sampai mempelai wanita bisa diajak bicara dan masuk kamar. Hal ini tentu sangat memberatkan jika mempelai laki-laki gagal menaklukkan istrinya, dan jika dihadapkan dengan sebuah hadis yang berbunyi :
Artinya :
Dari Abu Huroiroh r.a ia berkata: Rosululloh SAW telah bersabda : apabila seorang lelaki memanggil isterinya ke tempat tidur, kemudian si isteri tidak mendatanginya, lalu suaminya semalaman marah terhadapnya, maka para malaikat melaknatnya sampai pagi hari.
            Disini terlihat jelas sangat bertentangan, sehingga seorang istri mendapatkan laknat kaeana tradisi Malem Negor terkesan menyalahi dan meyimang dari tujuan pernikahan. Disisi lain juga mengajarkan permusuhan antara suami dan istri bahkan tidak menutup kemungkinan tradisi ini juga akan merusak pernikahan yang berujung perceraian. Dijelaskan pula oleh golongan ulama’ Syafi’iyah memberikan penjelasan bahwa pernikahan hakikatnya adalah yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin, karena pada dasarnya hokum hubungan antara laki-laki itu terlarang kecuali ada hal-hal yang membolehkan secara hokum syara’ yaitu akad nikah. Maka disini Nampak sangat berseberangan yang semulanya hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang semula haram menjadi halal, malah terkesan mengharamkan yang sudah halal. Namun hokum islam menuju padatoleransi, persamaan, kemerdekaan, menyuruh yang ma’ruf dan mencgah yang mungkar. Firman Allah :
Artinya :
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak mengendaki kesukaran bagimu.
            Dan hadist Rosululloh yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori :
Artinya :
Agama itu mudah.
            Sehingga dari ayat al-qur’an dan hadist itu bisa difahami bahwa hokum islam senantiasa memberikan kemudahan dan menjauhkan kesukaran, pada intinya tradisi Malem Negor mempunyai makna subtansi yang baik bgi kedua mempelai. Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa tradisi Malam Negor pada tahun 1930-an merupakan katgori ‘urf fasid yaitu sesuatu kebiasaan yang telah berjalan dalam masyarakat, tetapi ajaran itu bertentangan dengan ajaran islam atau menghalalkan yang haram atau sebaliknya. Sedangkan presesi Malam Negor pada tahun 1970-an sampai sekarang sangat berbeda jelas, pasalnya Malam Negor sekarang hanya dilakukan sbatas seremonial pelestarian adat betawi, secara perlakuannyapun juga berbeda dengan Malam Negor pada 1930-an. Menurut Indra Juliansyah pelestarian budaya betawi menjadi sangat penting ketika  melihat budaya betawi yang semakin hari semakin luntur. Mengingat pentingnya melestarikan budaya betawi yang semakin hari semakin luntur mka tradisi Malem Negor menjadi relevan tidak seperti yang terjadi pada tahun 1930-an. Tradisi pada fase kedua ini maka tergolong dalam katagori ‘urf shohih yang mana tradisi ini dapat diterima kehadirannya oleh massyarakat dan sudah tentu sejalan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran islam serta kebiasaan itu tidak menghalalkan yng haram dan sebaliknya. Dan pada fase yang kedua ini sudah memenuhi persyaratan ‘urf yang telah disebutkan oleh Amir Syarifudin dalam Bukunya.
5.        Bab V Penutup.
Pada bab penutup, Indra Juliansyah mengemukakan beberaoa kesimpulan yang dibuat poin-poin ada tiga poin serta saran dari hasil penelitian juga dibuat poi nada dua poin. Penulis menyimpulkan yang pertama mengenai prosesi Malam Negor dan tujuannya. Poin kedua memaparkan mengenai makna yang terkandung dalam Malam Negor dan poin ketiga pemaparan mengenai Malam Negor pada fase pertama pada tahun 1930-an meskipun memiliki tujuan yang baik namun kehadirannya dirasa masih berlawanan arah dengan tujuan pernikahan serta bertentangan dengan kaidah hokum islam. Sedangkan fase yang kedua tahun 1970-an tidak lagi bertentangan dan menjadi baik karena tidak merusak dari tujuan-tujuan pernikahan dan memberimakna untuk menjaga nilai-nilai budaya.
B.     ANALISIS SKRIPSI.
1.        Sistem Administrasi Penulisan Karya Ilmiyah
a.       Urutan bagian awal skripsi Indra Juliansyah masih ada yang kurang sesuai dengan buku pedoman penulisan karya ilmiah Fakulta Syari’ah tahun 2013. Adapun urutan bsgian awal yang disusun oleh Indra Juliansyah sebagai berikut, halaman sampul (cover luar), halaman judul (cover dalam), pernyataan keaslian skripsi, halaman persetujuan, halaman pengesahan, motto, halaman persembahan, kata pengantar, pedoman transliterasi, daftar isi, daftar lampiran, abstrak. Dibuku  buku pedoman penulisan karya ilmiah Fakulta Syari’ah tahun 2013 tidak ada halaman persembahan di situ ada, kemudian letak abstrak oleh penulis di tempatkan dibagian paling akhir yang benar di tempatkan sesudah kata pengantar dan sebelum daftar isi, dan letak dari kata pengantar terbalik dengan halaman transliterasi seharusnya halaman trnsliterasi dahulu baru kata pengantar.
b.      Penulis sering kali melakukan kesalahan pada penulisan huruf arab dengan jenis huruf Times New Roman ukuran 12 pts. Seharusnya penulisan karya ilmiah menggunaan huruf arab dengan huruf Traditional Arabic ukuran 16 pts body text.
c.       Pada penulisan kata asing penulis seudah sesuai dengan pedoman yakni dicetak miring msalnya pada penulian ‘urf dan high tradition.
d.      Penulisan terjemahan ayat al-qur’an ada yang masih menggunakan jarak 2 spasi, seharusnya menurut buku pedoman penulisan karya ilmiah Fakultas Syari’ah UIN Malang tahun 2013harus menggunakan jarak 1 spasi.
e.       Awal paragraph dalam teks ditulis menjorok ke dalam berjarak kurang dari 1,5 cm (tujuh ketukan) dari margin kiri. Berdasarkan buku pedoman penulisan karya ilmiah Fakultas Syari’ah UIN Malang tahun 2013 seharusnya ditulis menjorok ke dalam berjarak 1,5 cm dari margin kiri.
2.        Footnote
a.       Dalam penulisan footnote penulis rata-rata sudah sesuai dengan buku pedoman penulisan karya ilmiah Fakultas Syari’ah UIN Malang tahun 2013 ada salah satu yang krang sesuai 1Abdul Rahman, Perkawinan Dalam Islam (Jakarta,rineka cita, 1996), h. 1”. Seharusnya 1Abdul Rahman, Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 1.”
b.      Sumber dari hasil wawancara diatur dengan menyebutkan nama yang diwawncarai (tanpa menyebut jabatan social), koma, wawancara (ditulis dengan huruf miring), koma, tanggal, bulan, dan tahun wawancara, kurung tutup dan titik. Rata-rta penulisan sudah sesuai namun ada salah satu yang kurang sesuai yakni 4Ahmad Shofi, Wawancara, ( Jakarta Selatan, 1 Agustus 2003.)” seharusnya 4Ahmad Shofi, Wawancara, (Jakarta Selatan, 1 Agustus 2003).”
c.       Penulisan footnote dari sumber website masih kurang tepat, penulis tidak member spasi ketika menulis alamat website sesudah koma dan huruf awal bulan kecil serta tidak ada titik di akhir kalimat. ““Pekawinan Pada Masyarakat Betawi”,http/www.duniaesai.com/index, diakses pada tanggal 31 agustus 2013” seharusnya ““Pekawinan Pada Masyarakat Betawi”, http/www.duniaesai.com/index, diakses pada tanggal 31 agustus 2013.
3.        Transliterasi
a.       Akad, seharusnya ‘Aqad
b.      Nikah, seharusnya Nikah
c.       Ulama fiqih, seharusnya ulama fiqh atau ulama fikih
d.      An-nisa’, seharusnya Al Nisa’
e.       Fiqh, seharusnya fiqh atau fikih
4.        Singkronisasi
Sistematika pembahasan penelitian Indra Juliansyah.
     Bab pertama pendahuluan, merupakan bab pertama dalam penulisan karya ilmiah ini, didalamnya terdapat latar belakang masalah yang menjelaskan tentang timbulnya ide dan alasan peneliti memilih judul tersebut. Selanjutnya adalah rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, definisi operasional, dan penelitian terdahulu.
     Bab kedua yaitu, kajian pustaka yang berisi tinjauan umum tentang pernikahan yang meliputi pengertian dan unsur hokum pernikahan serta rukun dan syarat pernikahan, dalam bab ini juga membahas macam-macam syarat serta perbedaannya dengan rukun, termasuk juga dalam bab ini juga membahas tentang tradisi atau adat dalam hokum islam.
     Bab ketiga tentang metodologi penelitian, dalam hal ini bertujuan untuk membantu penulis dalam menjalankan kodivikasi analisis dan penyajian data pada bab empat yang didalamnya menjelaskan tentang bagaimana penelitian tersebut dilaksanakan. Adapun pembagian dari metodologi penelitian antra lain: lokasi penelitian, jenis penelitian, pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, sumber data dan metode analisis data.
     Bab empat mencakup pada pembahasan tentang penyajian dari hasil penelitian yang meliputi: latar belakang obyek penelitian, penyajian dan analisis data yang masing-masing bersumber dari konsep teori yang ada. Dalam hal ini meliputi tentang tradisi Malem negor dalam praktik perkawinan islam, sekaligus sebagai jawaban dari rumusan masalah sehingga dapat diambil hikmah dan manfaatnya.
     Bab lima merupakam bab terakhir atau penutup dari penyusunan penelitian, yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan.
5.        Tata Bahasa
1)      Penulis sering melakukn kesalahan dalam penulisan kata, seperti pada penulisan :
a.       Samapai seharusnya sampai
b.      Kaum seharusnya kamu
c.       Pulsa seharusnya pula
d.      Hokum seharusnya hukum
e.       System seharusnya sistem
f.       Mengijinkan seharusnya mengizinkan
g.      Social seharusnya social
h.      Factor seharusnya faktor
i.        Bias seharusnya bisa
j.        Normative seharusnya normatif
2)      Penulisan kurang teliti dalam penggunaan spasi setelah kata, misalnya pada kalimat:
a.       Normatif- sosiologis seharusnya normative-sosiologis
b.      Animism- dinamisme seharusnya animism-dinamisme
3)      Penuis sering kali melakukan kesalahan pada penggunaan huruf kecil dan huruf capital di awal, tengah dan di akhir kalimat. Misalnya pada penulisan “Jenis penelitian ini adalah Empiris yaitu hokum yang dikonsepsikan.” Seharusnya “Jenis penelitian ini adalah empiris yaitu hukum yang dikonsepsikan.
4)      Penulis terkadang masih menggunakan huruf kecil diawal kalimat, seharusnya seeluruh huruh yang berada di awal menggunakan huruf capital.
5)      Penulis sering melakukan kesalahan dalam menulis kata imbuhan, seperti penulisan:
a.       Diantara seeharusnya di antara
b.      Dibawah seharusnya di bawah
c.       Didalam seharusnya di dalam
d.      Di seabkan seharusnya disebabkan
e.       Di simpulkan seharusnya disimpulkan
6)      Penulis sering menggunakan kata tidak baku seperti:
a.       Istri seharusnya isteri
b.      Ijin seharusnya izin
c.       Deskripsi seharusnya diskripsi
C.    ANALISIS DAFTAR PUSTAKA.
1.      Penggunaan Huruf Dan Spasi
Penggunaan huruf serta spasi kurang sesuai sebab huruf yang digunakan dala daftar pustaka seharusnya adalah Times New Roman 12 pts, sama dengan body text. Secara teknis penulisan daftar pustaka dimulai dari awal (tanpa spasi) dan baris berikutnya menjorok kedalam sebanyak lima ketukan. Jarak antara baris pertama dan berikutnya satu spasi, sedangkan antar paragraph berjarak satu spasi dan ditambah indent 6 dari sebelumnya. Dan pada skripsi yang disusun oleh Indra Juliansyah semuanya sudah sesuai dengan itu semua yang ada di dalam buku pedoman karya ilmiah Fakultas Syari’ah UIN Malang 2013.
2.      Penulisan Nama dan Buku
Penulisan sumber dalam daftar pustaka berbeda dengan penulisan sumber dalam footnote, dimulai dari nama terakhir, koma, nama pertama, titik, judul (dicetak miring), titik, volume (jika ada), titik, jilid (jika ada), titik, cetakan (menggunakan angka arab), titik, kota, titik dua, penerbit dan tahun terbitan titik. Apabila salah satu identitas salah satu yang dimaksut tidak ada, maka cara penulisannya samadengan pada saat penulisan sumber dalam footnote. Disi penulis sudah sesuai yang telah dipaparkan di atas dalam menuliskan daftar pustaka, hanya saja masih banya dan sering penulis tidak member tanda titik pada akhirannya.
3.      Dua Sumber Dengan Penulisan Yang Sama
Apabila dalam daftar pustaka terdapat satu pengarang yang mempunyai dua atau lebih buku, maka pada sumber berikutnya tetap ditulis nama lengkapnya sama dengan cara penulisan sebelumnya. Disini penulis sudah sesuai dalam penulisannya.
4.      Pengurutan Nama Penulis
Setiap nama harus diurutkan berdasarkan abjad nama terakhirnya, apabila nama terakhirnya di awali dengan “al” (untuk nama-nama arab), maka setelah “al” yang dijadikan patokan urutan. Disini penulis sudah sesuai dalam penulisannya.
5.      Pengurutan Nama dengan Dua Penulis
Penulis sudah benar pengurutan nama dengan dua penulis yakni ditulis dua orang yang dibalik hanya nama penulis pertama, sedangkan yang kedua ditulis lengkap sesuai aslinya.
D.    ANALISIS KHUSUS METODE PENELITIAN.
Metode Penelitian
Pada bab ketiga memaparkan tentang metode penelitian. Hal ini, telah sesuai dengan buku pedoman penulisan karya ilmiah 2013 Fakultas Syari’ah UIN Malang. Namun, masih terdapat kekurangan dalam sub bab pada metode penelitian ini. adapun kekurangan dalam metode ini adalah sbagai berikut:
Dalam metode penelitian pada penelitian empiris, pada dasarnya terdiri dari beberapa bagian yang penting diantaranya: jenis penelitian, pendekatan penelitian, lokasi penelitian, metode pengolahan data. Namun, Indra Juliansyah tidak memaparkan mengenai metode pengambilan sampel, padahal metode ini sangat dibutuhkan untuk mendiskripsikan populasi penelitian, prosedur pengambian sampel serta alasan pengambilan sampel dalam penelitian kuantitatif. Adapun untuk penelitian kualitatif diganti denga metode penentuan subjek.
1.        Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini Indra Juliansyah menggunakan jenis penelitian empiris sebab konsep penelitian dengan membandingkan antara teori dengan fenomena riil yang ingin diketahui. Namun, Indra Juliansyah hanya mendiskripsikan pengertian penelitian empiris yang digunakan dalam penelitian tersebut tanpa menghubungkan antara jenis penelitian dengan judul yang ingin diteliti.
2.        Pendekatan Penelitian
Penelitian tersebut menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis sebab menggambarkan dan menganalisis law in action. Dengan metode pendekatan tersebut, Indra Juliansyah mengetahui bagaimana hokum tersebut dilaksanakan termasuk penegakan hokum (law enforcement). Namun, Indar Juliansyah pada pendekatan penelitian tersebut, tidak menggabungkan dengan judul yang diteliti serta alasan mengapa menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis sehingga belum plikatif.
3.        Lokasi Penelitian
Dalam lokasi penelitian penulis sudah memaparkan sesuai dengan yang diharapkan. Penulis menuliskan secara kongkrit baik secara geografis, sejarah maupun tujuan dari perkampungan budaya tersebut.
4.        Data Penelitian
Pada data penelitian, Indra Juliansyah tidak mengelompokkan antara data primer dan data sekunder. Seharusnya, Indra Juliansyah mengklasifikasikan antara data primer dengan data sekunder sehingga memudahkan pembaca dalam memahami tentang jenis dan sumber data. Jenis data yang digunakan dalam penelitian empiris seharusnya berasal dari data primer yakni data yang diperoleh dari masalah melalui wawancara dan observasi dalam hal ini penulis melkukan wawncara dengan tokoh adat betawi di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babkan, Jagakarsa, Jakrta Selatan. Sedangkan data sekunder yang dapat digunakan adalah informasi yang diperoleh dari buku atau dokumen tertulis terkait denga budaya betawi. Data sekunder yang digunakan oleh Indra Juliansyah sudah sesuai karena juga ada buku yang membahas mengenai tradisi.
5.        Metode Pengumpulan Data
Pada metode pengumpulan data, Indra Juliansyah sudah baik menghubungkan antara pendekatan penelitian dengan data. Sehingga Indra Juliansyah selain mendiskripsikan pengertian teknik juga langsung mengarah kepembahannya. Dan urutannya pun sudah sesuai dengan yang ada di buku penoman karya ilmiah.
6.        Metode Pengolahan Data
Pada dasrnya, metode pengolahan data menjelaskan prosedur pengolahan dan analisis data sesuai dengan pendekatan yang digunakan.pengelolaan data biasanya dilakukan melalui tahap-tahap pemeriksaan data (editing), klasifikasi (classifying), verifikasi (verifying), analisis (analizing) dan pembuatan kesimpulan (concluding). Sedangkan metode pengolahan data yang digunakan oleh Indra Juliansyah hanya tahap pemeriksaan data (editing). klasifikasi (classifying) dan verifikasi (verifying) belum sehingga belum aplikatif. Selain itu, Indra Juliansyah hanya mendifinisikan tahapan pengelolaan data tersebut, tanpa menghubungkan data dengan pendekatan penelitian yang digunakan.
7.        Metode Analisis Data
Untuk menarik data kesimpulan dari data yang dikumpulkan, Indra Juliansyah menggunakan teknik analisis data diskriptif analitis. Sedangkan dalam buku pedoman karya ilmiah, metode penulisan include dalam metode pengolahan data. Sedangkan Indra Juliansyah, memaparkan dalam sub bab pokok pembahasan tersendiri dengan menghubungkan terhadap data yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan yang komprehensif.