ANALISIS SKRIPSI
TRADISI
MALEM NEGOR PADA MASYARAKAT BETAWI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PERKAWINAN DALAM
ISLAM (STUDI DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI, SETU BABAKAN, JAGAKARSA, JAKARTA
SELATAN.
(Indra
Juliansyah – 2013)
Oleh:
Tsuroiya
Ridho Akbar
NIM 12210036
JURUSAN AL-AHWAL
AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERIMAULANA MALIK IBRAHIM
2015
A.
RANGKUMAN SKRIPSI
1.
BAB I Pendahuluan.
Indra Juliansyah
menulis bab pendahuluan dengan memaparkan latar belakang penelitian yan menjadi
acuan dalam perumusan masalah. Agar masalah yang dibahas tidak meluas, maka
dibuat batasan-batasan yang hanya mencakup mengenai apa-apa yang ada dalam
Tradisi Malem Negor Pada Masyarakat Betawi Dan Relevansinya terhadap perkawinan
Dalam Islam (Studi Di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babkan, Jagakarsa,
Jakrta Selatan. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh Indra Juliansyah
yakni untuk mengetahui prosesi tradisi “Malam Negor” pada masyarakat Betawi
Setu Babakan, dan mengetahui makna tradisi “Malam Negor” pada masyarakat Betawi
Setu Babakan, serta guna mengetahui relevansi perkawinan tersebut terhadap
pembahuran perkawinan hokum islam. Sedangkan manfaat penelitian dapat dirasakan
baik dari segi teoritis maupun praktis bagi akademis, Masyarakat serta
Ormas-ormas Betawi Misalnya FORKABI (Form Kajian Anak Betawi) dan FBR (Forum
Betawi Rempung). Pencantuman beberapa penelitian terdahulu juga diraa perlu
dilakukan agar penelitian yang akan dilakukan benar-benar baru serta memiliki
kontribusi yang jelas dan yang terakhir yaitu sistematika penulisan.
Pada latar
belakang masalah, Indra Juliansyah memberikan pengertian pernikahan menurut
islam beserta dalilnya, kemudian Indra Juliansyah juga menguraikan bahwasannya
secara umum masyarakat Indonesia melakukan pernikahan berdasarkan upacara atau
tradisi kepercayaannya masing-masing, disamping juga dipengaruhi ajaran-ajaran
islam. Serta Indra Juliansyah menguraikan penjelasan mengenai tradisi Malem
Negor yang dipaparka oleh Ahmad Shofi, Tradisi Malem Negor yaitu,
malam setelah acara resepsi pernikahan, pengantin laki-laki diperbolehkan
menginap di tempat kediaman pengantin
perempuan. Meski menginap si perempuan tidak diperbolehkan berkomunikasi atau
berbicara kepada pengantin laki-laki dengan tujuan menjaga gengsi dan jual
mahal kepada pengantin laki-laki. Disamping pada malam itu kedua pasangan
tersebut juga tidak diperbolehkan melakukan hubungan suami isteri. Hal itu dilakukan
sebagai upaya istri dalam menjaga dan memperahankan dan menjaga kesuciannya
selama mungkin. Artinya, dalam mempertahankan kesuciannya selama mungkinsang
istri dianggap bisa menjaga harkat dan martabat keluarga. Untuk itulah
dibutuhkan semangat juang bagi pengantin laki-laki diantaranya, pertama Merayu,
membujuk dan membuat lelucon agar pengantin perempuan bisa tertawa dan
berkomunikasi. Kedua memberikan uang dengan cara menyelipkan uang dibawah tapak
meja, bisa juga diletakkan di atas tatakan gelas. Uang ini disebut “uang
petegor” dan dimulai dari jumlah terkecil, yang terus-menerus ditambah
sampai si pengantin perempuan mau bicara.
Disisi lain
tradisi adat malem negor juga sangat memberatkan bagi seorang suami apabila dia
gagal menaklukan isterinya. Jika tradisi mmalem negor ini kita hadapkan dengan
sebuah hadist yang berbunyi :
Artinya :
Dari Abu Huroiroh r.a ia berkata: Rosululloh SAW telah bersabda :
apabila seorang lelaki memanggil isterinya ke tempat tidur, kemudian si isteri
tidak mendatanginya, lalu suaminya semalaman marah terhadapnya, maka para
malaikat melaknatnya sampai pagi hari.
Maka akan terlihat jelas bahwa tradisi malem negor pada fase ini
bertentangan dengan hadist tersebut. Hal serupa juga dijelaskan mengenai
hakikat sebuah perkawinan dari golongan ulama Syafi’iyah. Dan jika
dikategorikan tradisi ini termasuk pada ‘urf
fasid sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama, bahwa ‘urf
fasid tidak dapat dijadikan sebagai landasan hokum, dan kebiasaan tersebut
batal demi hokum. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pemasyarakatan dan
pengalaman hokum islam pada masyarakat, sebaiknya dilakukan dengan cara yang
ma’ruf. Diupayakan mengubah adat kebiasaan yang bertentangan dengan ketentuan
ajaran islam tersebut, dan menggatikan dengan adat kebiasaaan yang sesuai
dengan syari’at islam.
2.
Bab II Tinjauan Pustaka.
Pada bab kedua ini
Indra Juliansyah mendiskripsikan tinjauan pustaka secara sistematis dengan
membagi pokok pembahasan besar menjadi tiga bagian, yakni: Penelitian
Terdahulu, Pernikahan, dan Tradisi. Pada penelitian terdahulu Indra Juliansyah
memberikan tiga pembahasan. Yang pertama, “Tradisi Palang Pintu Sebagai Syarat
Keberlanjutan Akad Pernikahan (Studi Masyarakat Betawi di Setu Babakan
Selatan)” ditulis oleh Utsman Alfarisi. Yang kedua, “Jujuran Dalam Perkawinan
Adat Banjar Ditinjau Dari Prespektif Hukum Islam (Telaah Tentang Mahar Dalam
Masyarakat Banjar Di Kapuas)” ditulis oleh Abdul Jalil Maqaddas. Sedangkan yang
ketiga, “Tradisi Langkahan Dalam Prespektif
Hukum Islam (Studi di Dusun Ngringin, Desa Jatipuro, Kec. Jatipuro, Kab.
Karang Anyar Jawa Tengah)” ditulis oleh Widyastuti.
Selanjutnya pada
sub bab Perkawinan Indra Juliansyah memberikan pemaparan mengenai makna
pernikahan secara bahasa, dan juga menjelaskan makna pernikahan atau perkawinan
menurut ulama Syafi’iyah. Kemudian juga turut dipaparkan Rukun dan Syarat
Pernikahan adapun Rukun pernikahan disebutkan ada Sighat, wali dan dua orang
saksi sedangkan syaratnya menurut ulama’ hanafiyah syarat al in’iqad,
syarat al shihhah, syarat an nafudz, dan syarat al luzum.dan
yang terakhir mengenai tujuan pernikahan dalam islam yakni untuk memenuhi
tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan
dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan
kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan
mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh syari’ah.
Terakhir sub bab
mengenai tradisi. Mengenai pengertian dari tradisi berasal dari kata “Traditium”
berarti segala sesuat yang diwari dari masa lalu. Kemudian hubungan tradisi
dengan hokum islam, tradisi atau adat dalam ushul fiqih disebut ‘urf yang
berarti sesuatu yang dilakukan berulang-ulang oleh masyarakat daerah tertentu,
dan terus menerus dijalani oleh mereka, baik terjadi sepanjang masa atau masa
tertentu saja. Ada dua bentuk ‘urf, ‘urf Shohih dan ‘urf fasid. Adapu
syarat diperbolehkannya ‘urf diterima, ‘urf bernilai maslahat, ‘urf
berlaku umum, ‘urf telah ada (berlaku) pada saat itu, ‘urf yang
tidak bertentangan atau melalaikan dalil syari’ yang ada. Adapun hubungan
tradisi dengan maslahat, dijelaskan penjelasan maslahat menurut Jumhur ‘Ulama
dan menurut Imam Al-ghozali kemudian di paparkan pula mengenai syarat-syarat
maslahat menurut para ulama’ yakni, maslahat harus sesui maqasid syari’ah,
maslahat harus meyakinkan, maslahat itu membwa kemudahan, maslahad itu member
manfaat.
3.
Bab III Metode Penelitian.
Pada bab ketiga
yaitu berisi metode penelitian yang di dalamnya Indra Juliansyah menguraikan
mengenai pendekatan penelitian, alasan pemilihan lokasi penelitian, jenis data,
populasi, sampel responden teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan
definisi operasional variable. Metode penelitian yang dilakukan oleh Indra
Juliansyah menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Adapun lokasi penelitian
di daerah Setu Babakan Kelurahan Srengseng Sawah, Kecmatan Jagakarsa Jakarta
Selatan. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian Indra
Juliansyah yaitu data primer diperoleh dengan melakukan wawancara secara
langsung dengan budayawan dan tokoh adat betawi dan data sekunder diperoleh
dari setudi kepustakaan. Selain itu teknis analisis data menggunakan teknik
analisis data deskriptif analis.
4.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Pada bab keempat membahas tentang hasil serta pembahasan
Indra Juliansyah yang akan memaparkan tentang permasalahan yang diangkat dalam
penelitian yakni Tradisi Malem Negor Pada Masyarakat Betawi Dan Relevansinya
terhadap perkawinan Dalam Islam (Studi Di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan,
Jagakarsa, Jakrta Selatan. Pada awalnya Indra Juliansyah menyuguhkan penjelasan
mengenai letak geografis dari perkampunagan budaya betawi tersebut secebut
secara detail, serta dipaparkan juga mengenai tujannya mengapa kelurahan
Srengseng Sawah Kec. Jagakarsa yang dipilih sebagai perkampungan budaya betawi.
Selain itu dipaparkan pula mengenai gambaran ataupun objek wisata yang ada
didalamnya. Seperti, wisata budaya, wisata alam, wisata kuliner, wisata argo.
Adapun berbagai fungsi / tujuan diciptakannya perkampungan budaya betawi yakni,
fungsi pemukiman, ibadah, informasi, seni budaya, pendidikan dan penelitian, da
pariwisata.
Sebelum sampai
kepenjelasan inti mengenai prosesi “Malem Negor” di sini Indra
Juliansyah terlebih dahulu meamaparkan bahwasannya perkawinan menempati posisi
yang paling sacral dalam rangkaian proses kehidupan yang dijadikan falsafah
bagi masyarakat Betawi. Kemudian dipaparkan juga adat yang dilaksanakan ketika
prosesi perkawinan dari sebelum ijab Kabul sampai prosesi “Malem Negor”. Beberapa
tahapan proses upacara pernikahan betawi. Pertama, rudat yaitu
mengiringi pengantin laki-laki menuju rumah pengantin perempuan untuk
melaksanakan ijab Kabul pernikahan, dan pengantin laki-laki mengenakan busana
yang disebut jas kai serebet dan membawa sirih nenas lamaran, mahar,
miniature masjid yag dibuat dari uang belanjaan yang telah disepakati, sepasang
roti buaya, kekundang, kue pengantin, pesalin, kue-kue khas Betawi
(dodol, wajik, geplak, dll), buah-buahan segar, sie, idam idaman.
Kemudian disambut dengan bunyi petasan serenceng dan dilanjut dengan prosesi palang
pintu. Kemudian rombongan dipersilahkan masuk ruangan dengan cara duduk
bersila, sedangkan pengantin laki-laki duduk ditempat yang telah disediakan
menghadap di depan penghulu. Dialnjut ijab Kabul dan kemudin acara puncak kedua
mempelai pengantin duduk di puade. Setela itu, malam berikutnya
pengantin laki-laki diperbolehkan / diizinkan menginap di rumah keluarga
pengantin perempuan. Namun meskipun tinggal serumah kedua mempelai belum boleh
berkumpul selayaknya sebagai suami istri, bahkan untuk tidak bertegur sapa
dengan suaminya. Disaat seperti inilah mempelai laki-laki harus bisa merayu
mempelai wanitanya sampai luluh sehingga mau diajak masuk kamar. Untuk mengajak
mempelai wanita agar bisa diajak bicara dan tersenyum, maka mempelai laki-laki
memberikan sejumlah uang, disebut juga dengan “uang ngor" yang
diberikan dengan cara meletakkan sejumlah uang di bawah telapak meja di dalam
kamar pengantin. Inilah yang disebut “malem negor”. Prosesi ini
terkadang berlangsung beberapa hari, sampai pada akhirnya mempelai wanita mau
diajak untuk bicara.
Adapun makna yang
terkandung dalam Malem Negor adalah memberikan suatu arah kepada suami dan
isteri untuk menjaga nilai kesakralan pernikahan, dengan tahapan-tahapan yang
benar, baik kesiapan lahir maupun batin. Tardisi Malem Negor ini juga
memberikan sebuah isyarat bagi laki-laki, bahwa pernikahan merupakan suatu
proses yang harus menyiapkan sikap baik fisik dan non fisik serta sebagai ajaran
bahwa seorang laki-laki yang sudah mempunyai istri harus mampu menaklukan
kebiasaan-kebiasaan jelek, harus mampu mampu membawa komunikasi istri kepada
arah yang benar. Sedangkan bagi pengantin permpuan Malam Negor memiliki
makna sebagai penghormatan harga diri dari pengantin laki-laki terhadap
istrinya. Namun intinya tradisi “Malem Negor” ini bertujuan untuk
menjaga harkat martabat dan kesucian pengantin wanita.
Relevansi tradisi Malem
Negor terhadap praktik prkawinan islam, perbedaan antara agama dan budaya
sangatlah tipis, setipis kulit bawang. Pada tahun 1930-an masyarakat betawi
lebih mengedepankan kaidah dan etika-etika yang mereka dapatkan danfahami,
ketimbang aturan-aturan dan norma-norma agama, itu semua karena semata-mata
kaidah itu lebih dahulu daripada agama dan masih sangat yakin sehingga tidak
bisa melepaskan secara total dalam beragama. Namun seiring berjalannya waktu
dan pesatnya perkembangan zaman yang terrus berevolusi tradisi Malem Negor juga
mengalami pergeseran dan perubahan. Tradisi Malem Negor sudah
terkontaminnasi dengan norma-norma agama dan semakin mju, semua itu dikarenakan
ajaran-ajaran agama islam tidak menyulitkan tapi memudahkan. Menurut Indra Juliansyah
relevansi tradisi Mlem Negor terhadap perkawinan dalam islam ada dua
fase. Tradisi Malem Negor pada tahun 1930 dan pada tahun 1970 sampai
saat ini. Malam Negor pada tahun 1930-an prosesnya seperti yang
dijelaskan diatas bahwasannya malam dimana mempelai laki-laki boleh menginap di
rumah mempelai wanita namun tidak boleh sekamar ataupun diajak bicara, supaya
mempelai perempuan mau atau bisa diajak bicara mempelai laki-laki diharuskan
menaklukkan hati pengantin perempuan, dengan cara bujuk rayu dan memberikan
sejumlah uang, jika pada mala mini pengantin laki-laki tidak mampu meluluhkan
hati pengantin perempuan, maka proses malam negor terus dilakukan hingga
berhari-hari sampai mempelai wanita bisa diajak bicara dan masuk kamar. Hal ini
tentu sangat memberatkan jika mempelai laki-laki gagal menaklukkan istrinya,
dan jika dihadapkan dengan sebuah hadis yang berbunyi :
Artinya :
Dari Abu Huroiroh r.a ia berkata: Rosululloh SAW telah bersabda :
apabila seorang lelaki memanggil isterinya ke tempat tidur, kemudian si isteri
tidak mendatanginya, lalu suaminya semalaman marah terhadapnya, maka para
malaikat melaknatnya sampai pagi hari.
Disini terlihat
jelas sangat bertentangan, sehingga seorang istri mendapatkan laknat kaeana
tradisi Malem Negor terkesan menyalahi dan meyimang dari tujuan
pernikahan. Disisi lain juga mengajarkan permusuhan antara suami dan istri
bahkan tidak menutup kemungkinan tradisi ini juga akan merusak pernikahan yang
berujung perceraian. Dijelaskan pula oleh golongan ulama’ Syafi’iyah memberikan
penjelasan bahwa pernikahan hakikatnya adalah yang mengandung maksud
membolehkan hubungan kelamin, karena pada dasarnya hokum hubungan antara
laki-laki itu terlarang kecuali ada hal-hal yang membolehkan secara hokum
syara’ yaitu akad nikah. Maka disini Nampak sangat berseberangan yang semulanya
hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang semula haram menjadi halal,
malah terkesan mengharamkan yang sudah halal. Namun hokum islam menuju
padatoleransi, persamaan, kemerdekaan, menyuruh yang ma’ruf dan mencgah yang mungkar.
Firman Allah :
Artinya :
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak mengendaki kesukaran
bagimu.
Dan hadist
Rosululloh yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori :
Artinya :
Agama itu mudah.
Sehingga dari ayat
al-qur’an dan hadist itu bisa difahami bahwa hokum islam senantiasa memberikan
kemudahan dan menjauhkan kesukaran, pada intinya tradisi Malem Negor mempunyai
makna subtansi yang baik bgi kedua mempelai. Maka bisa ditarik
kesimpulan bahwa tradisi Malam Negor pada tahun 1930-an merupakan
katgori ‘urf fasid yaitu sesuatu kebiasaan yang telah berjalan dalam
masyarakat, tetapi ajaran itu bertentangan dengan ajaran islam atau
menghalalkan yang haram atau sebaliknya. Sedangkan presesi Malam Negor pada
tahun 1970-an sampai sekarang sangat berbeda jelas, pasalnya Malam Negor sekarang
hanya dilakukan sbatas seremonial pelestarian adat betawi, secara
perlakuannyapun juga berbeda dengan Malam Negor pada 1930-an. Menurut
Indra Juliansyah pelestarian budaya betawi menjadi sangat penting ketika melihat budaya betawi yang semakin hari
semakin luntur. Mengingat pentingnya melestarikan budaya betawi yang semakin
hari semakin luntur mka tradisi Malem Negor menjadi relevan tidak
seperti yang terjadi pada tahun 1930-an. Tradisi pada fase kedua ini maka
tergolong dalam katagori ‘urf shohih yang mana tradisi ini dapat
diterima kehadirannya oleh massyarakat dan sudah tentu sejalan dengan
nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran islam serta kebiasaan itu tidak
menghalalkan yng haram dan sebaliknya. Dan pada fase yang kedua ini sudah
memenuhi persyaratan ‘urf yang telah disebutkan oleh Amir Syarifudin
dalam Bukunya.
5.
Bab V Penutup.
Pada bab penutup, Indra Juliansyah mengemukakan beberaoa kesimpulan
yang dibuat poin-poin ada tiga poin serta saran dari hasil penelitian juga
dibuat poi nada dua poin. Penulis menyimpulkan yang pertama mengenai prosesi Malam
Negor dan tujuannya. Poin kedua memaparkan mengenai makna yang terkandung
dalam Malam Negor dan poin ketiga pemaparan mengenai Malam Negor pada
fase pertama pada tahun 1930-an meskipun memiliki tujuan yang baik namun
kehadirannya dirasa masih berlawanan arah dengan tujuan pernikahan serta
bertentangan dengan kaidah hokum islam. Sedangkan fase yang kedua tahun 1970-an
tidak lagi bertentangan dan menjadi baik karena tidak merusak dari
tujuan-tujuan pernikahan dan memberimakna untuk menjaga nilai-nilai budaya.
B.
ANALISIS SKRIPSI.
1.
Sistem Administrasi Penulisan Karya Ilmiyah
a.
Urutan
bagian awal skripsi Indra Juliansyah masih ada yang kurang sesuai dengan buku
pedoman penulisan karya ilmiah Fakulta Syari’ah tahun 2013. Adapun urutan
bsgian awal yang disusun oleh Indra Juliansyah sebagai berikut, halaman sampul
(cover luar), halaman judul (cover dalam), pernyataan keaslian skripsi, halaman
persetujuan, halaman pengesahan, motto, halaman persembahan, kata pengantar, pedoman
transliterasi, daftar isi, daftar lampiran, abstrak. Dibuku buku pedoman penulisan karya ilmiah Fakulta
Syari’ah tahun 2013 tidak ada halaman persembahan di situ ada, kemudian letak
abstrak oleh penulis di tempatkan dibagian paling akhir yang benar di tempatkan
sesudah kata pengantar dan sebelum daftar isi, dan letak dari kata pengantar
terbalik dengan halaman transliterasi seharusnya halaman trnsliterasi dahulu
baru kata pengantar.
b.
Penulis
sering kali melakukan kesalahan pada penulisan huruf arab dengan jenis huruf
Times New Roman ukuran 12 pts. Seharusnya penulisan karya ilmiah menggunaan
huruf arab dengan huruf Traditional Arabic ukuran 16 pts body text.
c.
Pada
penulisan kata asing penulis seudah sesuai dengan pedoman yakni dicetak miring
msalnya pada penulian ‘urf dan high tradition.
d.
Penulisan
terjemahan ayat al-qur’an ada yang masih menggunakan jarak 2 spasi, seharusnya
menurut buku pedoman penulisan karya ilmiah Fakultas Syari’ah UIN Malang tahun
2013harus menggunakan jarak 1 spasi.
e.
Awal
paragraph dalam teks ditulis menjorok ke dalam berjarak kurang dari 1,5 cm
(tujuh ketukan) dari margin kiri. Berdasarkan buku pedoman penulisan
karya ilmiah Fakultas Syari’ah UIN Malang tahun 2013 seharusnya ditulis
menjorok ke dalam berjarak 1,5 cm dari margin kiri.
2.
Footnote
a.
Dalam
penulisan footnote penulis rata-rata sudah sesuai dengan buku pedoman penulisan
karya ilmiah Fakultas Syari’ah UIN Malang tahun 2013 ada salah satu yang krang
sesuai “1Abdul Rahman, Perkawinan Dalam Islam (Jakarta,rineka
cita, 1996), h. 1”. Seharusnya “1Abdul Rahman, Perkawinan
Dalam Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 1.”
b.
Sumber
dari hasil wawancara diatur dengan menyebutkan nama yang diwawncarai (tanpa
menyebut jabatan social), koma, wawancara (ditulis dengan huruf miring), koma,
tanggal, bulan, dan tahun wawancara, kurung tutup dan titik. Rata-rta penulisan
sudah sesuai namun ada salah satu yang kurang sesuai yakni “4Ahmad
Shofi, Wawancara, ( Jakarta Selatan, 1 Agustus 2003.)” seharusnya “4Ahmad
Shofi, Wawancara, (Jakarta Selatan, 1 Agustus 2003).”
c.
Penulisan
footnote dari sumber website masih kurang tepat, penulis tidak member
spasi ketika menulis alamat website sesudah koma dan huruf awal bulan kecil
serta tidak ada titik di akhir kalimat. ““Pekawinan Pada Masyarakat
Betawi”,http/www.duniaesai.com/index, diakses pada tanggal 31 agustus 2013”
seharusnya ““Pekawinan Pada Masyarakat Betawi”,
http/www.duniaesai.com/index, diakses pada tanggal 31 agustus 2013.”
3.
Transliterasi
a.
Akad,
seharusnya ‘Aqad
b.
Nikah,
seharusnya Nikah
c.
Ulama
fiqih, seharusnya ulama fiqh atau ulama fikih
d.
An-nisa’,
seharusnya Al Nisa’
e.
Fiqh,
seharusnya fiqh atau fikih
4.
Singkronisasi
Sistematika
pembahasan penelitian Indra Juliansyah.
Bab pertama pendahuluan, merupakan bab
pertama dalam penulisan karya ilmiah ini, didalamnya terdapat latar belakang
masalah yang menjelaskan tentang timbulnya ide dan alasan peneliti memilih
judul tersebut. Selanjutnya adalah rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan masalah, definisi operasional, dan penelitian terdahulu.
Bab kedua yaitu, kajian pustaka yang berisi
tinjauan umum tentang pernikahan yang meliputi pengertian dan unsur hokum
pernikahan serta rukun dan syarat pernikahan, dalam bab ini juga membahas
macam-macam syarat serta perbedaannya dengan rukun, termasuk juga dalam bab ini
juga membahas tentang tradisi atau adat dalam hokum islam.
Bab ketiga tentang metodologi penelitian,
dalam hal ini bertujuan untuk membantu penulis dalam menjalankan kodivikasi
analisis dan penyajian data pada bab empat yang didalamnya menjelaskan tentang
bagaimana penelitian tersebut dilaksanakan. Adapun pembagian dari metodologi
penelitian antra lain: lokasi penelitian, jenis penelitian, pendekatan
penelitian, metode pengumpulan data, sumber data dan metode analisis data.
Bab empat mencakup pada pembahasan tentang
penyajian dari hasil penelitian yang meliputi: latar belakang obyek penelitian,
penyajian dan analisis data yang masing-masing bersumber dari konsep teori yang
ada. Dalam hal ini meliputi tentang tradisi Malem negor dalam praktik
perkawinan islam, sekaligus sebagai jawaban dari rumusan masalah sehingga dapat
diambil hikmah dan manfaatnya.
Bab lima merupakam bab terakhir atau
penutup dari penyusunan penelitian, yang berisi tentang kesimpulan dan saran
dari hasil pembahasan.
5.
Tata Bahasa
1)
Penulis
sering melakukn kesalahan dalam penulisan kata, seperti pada penulisan :
a.
Samapai
seharusnya sampai
b.
Kaum
seharusnya kamu
c.
Pulsa
seharusnya pula
d.
Hokum
seharusnya hukum
e.
System
seharusnya sistem
f.
Mengijinkan
seharusnya mengizinkan
g.
Social
seharusnya social
h.
Factor
seharusnya faktor
i.
Bias
seharusnya bisa
j.
Normative
seharusnya normatif
2)
Penulisan
kurang teliti dalam penggunaan spasi setelah kata, misalnya pada kalimat:
a.
Normatif-
sosiologis seharusnya normative-sosiologis
b.
Animism-
dinamisme seharusnya animism-dinamisme
3)
Penuis
sering kali melakukan kesalahan pada penggunaan huruf kecil dan huruf capital
di awal, tengah dan di akhir kalimat. Misalnya pada penulisan “Jenis
penelitian ini adalah Empiris yaitu hokum yang dikonsepsikan.” Seharusnya “Jenis
penelitian ini adalah empiris yaitu hukum yang dikonsepsikan.”
4)
Penulis
terkadang masih menggunakan huruf kecil diawal kalimat, seharusnya seeluruh
huruh yang berada di awal menggunakan huruf capital.
5)
Penulis
sering melakukan kesalahan dalam menulis kata imbuhan, seperti penulisan:
a.
Diantara
seeharusnya di antara
b.
Dibawah
seharusnya di bawah
c.
Didalam
seharusnya di dalam
d.
Di
seabkan seharusnya disebabkan
e.
Di
simpulkan seharusnya disimpulkan
6)
Penulis
sering menggunakan kata tidak baku seperti:
a.
Istri
seharusnya isteri
b.
Ijin
seharusnya izin
c.
Deskripsi
seharusnya diskripsi
C.
ANALISIS DAFTAR PUSTAKA.
1.
Penggunaan Huruf Dan Spasi
Penggunaan huruf serta spasi kurang sesuai sebab huruf yang
digunakan dala daftar pustaka seharusnya adalah Times New Roman 12 pts, sama
dengan body text. Secara teknis penulisan daftar pustaka dimulai dari awal
(tanpa spasi) dan baris berikutnya menjorok kedalam sebanyak lima ketukan.
Jarak antara baris pertama dan berikutnya satu spasi, sedangkan antar paragraph
berjarak satu spasi dan ditambah indent 6 dari sebelumnya. Dan pada skripsi
yang disusun oleh Indra Juliansyah semuanya sudah sesuai dengan itu semua yang
ada di dalam buku pedoman karya ilmiah Fakultas Syari’ah UIN Malang 2013.
2.
Penulisan Nama dan Buku
Penulisan sumber dalam daftar pustaka berbeda dengan penulisan
sumber dalam footnote, dimulai dari nama terakhir, koma, nama pertama,
titik, judul (dicetak miring), titik, volume (jika ada), titik, jilid
(jika ada), titik, cetakan (menggunakan angka arab), titik, kota, titik dua,
penerbit dan tahun terbitan titik. Apabila salah satu identitas salah satu yang
dimaksut tidak ada, maka cara penulisannya samadengan pada saat penulisan
sumber dalam footnote. Disi penulis sudah sesuai yang telah dipaparkan
di atas dalam menuliskan daftar pustaka, hanya saja masih banya dan sering
penulis tidak member tanda titik pada akhirannya.
3.
Dua Sumber Dengan Penulisan Yang Sama
Apabila dalam daftar pustaka terdapat satu pengarang yang mempunyai
dua atau lebih buku, maka pada sumber berikutnya tetap ditulis nama lengkapnya
sama dengan cara penulisan sebelumnya. Disini penulis sudah sesuai dalam
penulisannya.
4.
Pengurutan Nama Penulis
Setiap nama harus diurutkan berdasarkan abjad nama terakhirnya,
apabila nama terakhirnya di awali dengan “al” (untuk nama-nama arab), maka
setelah “al” yang dijadikan patokan urutan. Disini penulis sudah sesuai dalam
penulisannya.
5.
Pengurutan
Nama dengan Dua Penulis
Penulis sudah benar pengurutan nama dengan dua penulis yakni
ditulis dua orang yang dibalik hanya nama penulis pertama, sedangkan yang kedua
ditulis lengkap sesuai aslinya.
D.
ANALISIS KHUSUS METODE PENELITIAN.
Metode
Penelitian
Pada bab ketiga
memaparkan tentang metode penelitian. Hal ini, telah sesuai dengan buku pedoman
penulisan karya ilmiah 2013 Fakultas Syari’ah UIN Malang. Namun, masih terdapat
kekurangan dalam sub bab pada metode penelitian ini. adapun kekurangan dalam
metode ini adalah sbagai berikut:
Dalam metode
penelitian pada penelitian empiris, pada dasarnya terdiri dari beberapa bagian
yang penting diantaranya: jenis penelitian, pendekatan penelitian, lokasi
penelitian, metode pengolahan data. Namun, Indra Juliansyah tidak memaparkan
mengenai metode pengambilan sampel, padahal metode ini sangat dibutuhkan untuk
mendiskripsikan populasi penelitian, prosedur pengambian sampel serta alasan
pengambilan sampel dalam penelitian kuantitatif. Adapun untuk penelitian
kualitatif diganti denga metode penentuan subjek.
1.
Jenis Penelitian
Dalam
penelitian ini Indra Juliansyah menggunakan jenis penelitian empiris sebab
konsep penelitian dengan membandingkan antara teori dengan fenomena riil yang
ingin diketahui. Namun, Indra Juliansyah hanya mendiskripsikan pengertian
penelitian empiris yang digunakan dalam penelitian tersebut tanpa menghubungkan
antara jenis penelitian dengan judul yang ingin diteliti.
2.
Pendekatan Penelitian
Penelitian tersebut menggunakan metode pendekatan yuridis
sosiologis sebab menggambarkan dan menganalisis law in action. Dengan
metode pendekatan tersebut, Indra Juliansyah mengetahui bagaimana hokum
tersebut dilaksanakan termasuk penegakan hokum (law enforcement). Namun,
Indar Juliansyah pada pendekatan penelitian tersebut, tidak menggabungkan
dengan judul yang diteliti serta alasan mengapa menggunakan metode pendekatan
yuridis sosiologis sehingga belum plikatif.
3.
Lokasi Penelitian
Dalam lokasi penelitian penulis sudah memaparkan sesuai dengan yang
diharapkan. Penulis menuliskan secara kongkrit baik secara geografis, sejarah
maupun tujuan dari perkampungan budaya tersebut.
4.
Data Penelitian
Pada data penelitian, Indra Juliansyah tidak mengelompokkan antara
data primer dan data sekunder. Seharusnya, Indra Juliansyah mengklasifikasikan
antara data primer dengan data sekunder sehingga memudahkan pembaca dalam
memahami tentang jenis dan sumber data. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian empiris seharusnya berasal dari data primer yakni data yang
diperoleh dari masalah melalui wawancara dan observasi dalam hal ini penulis
melkukan wawncara dengan tokoh adat betawi di Perkampungan Budaya Betawi, Setu
Babkan, Jagakarsa, Jakrta Selatan. Sedangkan data sekunder yang dapat digunakan
adalah informasi yang diperoleh dari buku atau dokumen tertulis terkait denga
budaya betawi. Data sekunder yang digunakan oleh Indra Juliansyah sudah sesuai
karena juga ada buku yang membahas mengenai tradisi.
5.
Metode Pengumpulan Data
Pada
metode pengumpulan data, Indra Juliansyah sudah baik menghubungkan antara
pendekatan penelitian dengan data. Sehingga Indra Juliansyah selain
mendiskripsikan pengertian teknik juga langsung mengarah kepembahannya. Dan
urutannya pun sudah sesuai dengan yang ada di buku penoman karya ilmiah.
6.
Metode Pengolahan Data
Pada dasrnya, metode pengolahan data menjelaskan prosedur
pengolahan dan analisis data sesuai dengan pendekatan yang
digunakan.pengelolaan data biasanya dilakukan melalui tahap-tahap pemeriksaan
data (editing), klasifikasi (classifying), verifikasi (verifying),
analisis (analizing) dan pembuatan kesimpulan (concluding). Sedangkan
metode pengolahan data yang digunakan oleh Indra Juliansyah hanya tahap
pemeriksaan data (editing). klasifikasi (classifying) dan
verifikasi (verifying) belum sehingga belum aplikatif. Selain itu, Indra
Juliansyah hanya mendifinisikan tahapan pengelolaan data tersebut, tanpa
menghubungkan data dengan pendekatan penelitian yang digunakan.
7.
Metode Analisis Data
Untuk menarik data kesimpulan dari data yang dikumpulkan, Indra
Juliansyah menggunakan teknik analisis data diskriptif analitis. Sedangkan
dalam buku pedoman karya ilmiah, metode penulisan include dalam metode
pengolahan data. Sedangkan Indra Juliansyah, memaparkan dalam sub bab pokok
pembahasan tersendiri dengan menghubungkan terhadap data yang diteliti sehingga
diperoleh kesimpulan yang komprehensif.